Sabtu, 06 Maret 2010

Pertemuan Ke-5 di Kabupaten Jember

HASIL PERTEMUAN PUTARAN V FORUM KOMUNIKASI DEWAN PENDIDIKAN SE-WILAYAH TAPAL KUDA – JAWA TIMUR, DI KABUPATEN JEMBER

Kampus IKIP PGRI Jember, 1 Agustus 2009, pukul 09.00 – 15.00 WIB

Pertemuan dihadiri oleh 20 orang perwakilan (ketua / pengurus) dari Dewan Pendidikan di wilayah Tapal Kuda (Jawa Timur). Dimoderatori oleh Koordinator Forum, Wawan E. Kuswandoro (Ketua Dewan Pendidikan Kota Probolinggo), pertemuan berjalan dinamis, didahului dengan brainstorming tentang permasalahan dan isu actual pendidikan, dan menghasilkan beberapa point pemikiran berkaitan dengan 3 isu actual:

1. Sekolah Gratis.

2. Ujian Nasional.

3. Dewan Pendidikan Nasional.

Berikut adalah rangkuman hasil dinamika proses Pertemuan Forum, yang disarikan dari curah gagas, pendapat dan masukan dari para ketua dan pengurus Dewan Pendidikan Kabupaten/ Kota yang tergabung dalam Forum yaitu :

1. Dewan Pendidikan Kabupaten Pasuruan (KH. Yazid Manan).

2. Dewan Pendidikan Kota Pasuruan (DR. Misranto, M.Pd).

3. Dewan Pendidikan Kota Probolinggo (Wawan E. Kuswandoro, S.Sos., M.Si).

4. Dewan Pendidikan Kabupaten Pasuruan (Hendro Rosanto, MBA).

5. Dewan Pendidikan Kabupaten Situbondo (H. Mahmudi Bajuri).

6. Dewan Pendidikan Kabupaten Bondowoso (H. Imam Zarkasyi).

7. Dewan Pendidikan Kabupaten Banyuwangi (Harsoyo).

8. Dewan Pendidikan Kabupaten Jember (DR. Bambang Supeno, M.Pd).

9. Dewan Pendidikan Kabupaten Lumajang (Drs. Syamsul Huda, M.Pd).

1. SEKOLAH GRATIS

Sekolah gratis yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia dan disiar-luaskan melalui media massa telah direspons oleh masyarakat luas.

REKOMENDASI:

Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah (provinsi dan kabupaten/ kota), harus memenuhi kebutuhan untuk sekolah gratis dengan APBN dan APBD masing-masing.

2. UJIAN NASIONAL:

Ujian Nasional yang dicanangkan oleh BSNP sebagai quality control untuk mengendalikan standard mutu pendidikan nasional, dalam pelaksanaannya sarat dengan pembiasan dan pembelokan dari makna hakikinya, serta membuka jalan terjadinya pencurangan dan kejahatan pendidikan, antara lain:

  1. Nasib anak (siswa) selama menempuh masa belajar di sekolah hanya ditentukan oleh 4 mata pelajaran. Hal ini mendorong sekolah-sekolah untuk bertindak pragmatis dengan hanya menyiapkan para siswanya untuk mendalami 4 mata pelajaran tersebut dan mengabaikan mata pelajaran lainnya. Padahal rangkaian mata pelajaran dalam kurikulum dipersiapkan untuk pembelajaran siswa secara komprehensif.
  2. Ujian nasional ulang yang disebabkan oleh angka ketidak lulusan sangat tinggi dan dilaksanakan sebelum pengumuman hasil ujian nasional (seperti terjadi di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur), dan dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, sungguh mencederai makna Ujian Nasional sebagaimana digariskan oleh pemerintah sendiri. Sementara, daerah-daerah lain yang juga mengalami ketidaklulusan ujian nasional, tidak dilakukan ujian nasional ulang. Tampak sekali adanya INKONSISTENSI kebijakan pemerintah. Ketika pemerintah tidak siap dengan konsekuensi dari ujian nasional yang merupakan produknya sendiri, pemerintah sangat dianjurkan untuk membuka mata dan menyadari kekurangan yang ada, dengan MEREPOSISI dan MEMFORMULASI ULANG ujian nasional.

Karenanya, Ujian Nasional harus di reposisi dan diformulasi ulang, dengan pertimbangan:

  1. Ujian Nasional mendistorsi tujuan pendidikan dan kurikulum. Kurikulum yang diformulasi secara operasional untuk mempertajam kompetensi siswa, melalui konsep Kurikulum Berbasisi Kompetensi (KBK) dan kemudian difokuskan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pada akhirnya diuji dengan pola Ujian Nasional yang HANYA mengukur kecakapan siswa dari aspek kognitif saja.
  2. Ujian Nasional hanya menyentuh dan mengejar aspek “CONTENT” (isi) dari misi besar pendidikan nasional Indonesia, sama sekali TIDAK menyentuh SUBSTANCE pendidikan: KOMPETENSI siswa. Akhirnya, siswa Indonesia hanya mahir mengerjakan soal ujian tetapi tidak mahir menyelesaikan masalah (problem solving) kehidupannya.
  3. Mengerdilkan misi pendidikan nasional yang ingin memacu kecerdasan moral dan vokasional, karena Ujian Nasional menjadikan para siswa, guru dan insan pendidikan Indonesia hanya mengejar “kecerdasan knowledge” saja.
  4. Mendorong pendidikan Indonesia menjadi semakin menjauhkan para siswa Indonesia dari nilai-nilai budaya Indonesia.
  5. Memicu budaya sekolah dan siswa Indonesia (juga para orangtua) kea rah persaingan skor, bukan persaingan kreativitas. Hal ini sangat tampak dengan menaikkan grade Ujian Nasional, dari 4.26 ke 5.5 yang terdorong oleh “rasa malu dengan tetangga” yakni karena Malaysia dan beberapa Negara di Asia memiliki grade point yang lebih tinggi.
  6. Menyalahi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standard Nasional Pendidikan.

REKOMENDASI:

  1. Ujian Nasional diselenggarakan TIDAK digunakan sebagai indicator / pertimbangan kelulusan, karena LULUS adalah representasi dari KOMPETENSI, sedangkan hasil ujian nasional BUKAN ukuran kompetensi.
  2. Ujian Nasional diselenggarakan sebagai PEMETAAN hasil belajar.

3. DEWAN PENDIDIKAN NASIONAL

  1. Dewan Pendidikan Nasional diharapkan lahir sebagai manifestasi kehendak kolektif nasional atas 4 fungsi Dewan Pendidikan yang menyelimuti pembangunan pendidikan di seluruh wilayah Negara Indonesia (Nasional, bukan Pusat);
  2. Dewan Pendidikan Nasional diharapkan lahir sebagai manifestasi eksistensi institusi Dewan Pendidikan yang berada di seluruh wilayah Negara Indonesia (Dewan Pendidikan Kabupaten/ Kota).
  3. Dewan Pendidikan Nasional diharapkan lahir sebagai “simpul komando nasional” atas eksistensi dan prakarsa penguatan pendidikan di daerah yang direpresentasikan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten / Kota yang merupakan “simpul ujung tombak” di tingkat daerah (simpul operasional).

Karenanya, FORUM KOMUNIKASI DEWAN PENDIDIKAN SE-WILAYAH TAPAL KUDA, JAWA TIMUR mendorong segera dilahirkannya Dewan Pendidikan Nasional .

REKOMENDASI:

1. Secara institusional, Dewan Pendidikan Nasional memperhatikan kepengurusan kolektif dan memungkinkan terjadinya relasi fungsional-operasional dengan Dewan Pendidikan Kabupaten/ Kota selaku “simpul daerah”.

2. Memperhatikan eksistensi simpul kekuatan daerah/ wilayah/ region dalam susunan kepengurusannya.

3. Mengutus Koordinator Forum Komunikasi Dewan Pendidikan se-Wilayah Tapal Kuda – Jawa Timur untuk bergabung di kepengurusan Dewan Pendidikan Nasional, yaitu: Sdr. Wawan Edi Kuswandoro, S.Sos, M.Si (Ketua Dewan Pendidikan Kota Probolinggo – Jawa Timur).

Tidak ada komentar:

Check Page Rank of any web site pages instantly:
This free page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service